"Terkuak empat Santri Di bawah Umur Jadi Korban Pencabulan Pimpinan dan Ustaz di Ponpes Desa Sekotong Timur"


Lombok Barat, Journalntb News.com.
Empat santriwati menjadi korban tindakan asusila di sebuah pondok pesantren (ponpes) HF Di Desa Sekotong Timur Kecamatan Lembar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB). Mirisnya, pelaku adalah orang-orang yang seharusnya mendidik mereka secara pendidikan agama.

Ada tiga pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Yakni, US atau dipanggil Datok (pimpinan ponpes), W (anak Datok ), dan seorang ustaz berinisial UM atau di panggil Abah. Penetapan tersangka ini berdasarkan surat nomor: S.Tap/101/XII/RES.1.24/2024 Reskrim Polres Lombok Barat.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, mengonfirmasi bahwa para tersangka diduga memerkosa empat santriwati yang menempuh pendidikan di ponpes tersebut.

"Tersangka tiga orang. Ada pimpinan pondok, anaknya pimpinan pondok, sama ada ustaz," kata Joko, Senin (23/12/2024). "Salah satu korban sudah disetubuhi. Korban adalah santriwati tingkat Aliyah (setara SMA) dan Tsanawiyah (setara SMP)," imbuhnya.

Bahkan, kata Joko, ada satu korban dengan dua pelaku. Menurut Joko, modus para tersangka adalah meminta korban untuk menjaga anggota keluarga pelaku yang sakit secara bergiliran di lingkungan ponpes. Saat itulah para pelaku melancarkan aksi bejatnya. "Di situlah kemudian, terjadi persetubuhan dan pencabulan. Satu (sudah disetubuhi). Ada satu korban dengan dua pelaku. Ada pelaku dengan korban yang sama," jelas Joko, yang juga merupakan akademisi Universitas Mataram itu.

Setelah menerima laporan dari keluarga korban, LPA Mataram memberikan pendampingan kepada para korban, termasuk saat memberikan keterangan kepada pihak kepolisian. "Jadi, awal mula keluarga korban yang hubungi LPA minta pendampingan karena ada kasus ini," ujarnya.

Kasatreskrim Polres Lombok Barat, AKP Abisatya Dharma Wiryatamaja, membenarkan penetapan tersangka dalam kasus ini. "Benar," kata AKP Abi melalui pesan singkat.

Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 76E juncto Pasal 82 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Namun, Abi belum memberikan keterangan lebih rinci terkait modus operandi dan perkembangan kasus ini. "Saya jelaskan di kantor ya," ujarnya singkat. (Le3)