Ummi Rohmi dan Local Wisdom Sasak (I)


Mataram, Mediajournalntbnws.com

Judul tulisan ini dikhususkan untuk masyarakat Lombok. Bagaimana pun masyarakat pulau Sumbawa sudah diperlihatkan 10 tahun kekuasaan seorang perempuan bernama Ibu Indah Damayanti, sehingga tiada celah untuk berkelit mengenai kepemimpinan perempuan. Di Lombok sebenarnya celah itu mengecil sebagai akibat dari transformasi informasi pengetahuan yang sangat massif, sehingga mau Laki atau Perempuan yang dituntut tetap keahliannya di dalam memimpin.

Tulisan ini kemudian tetap dipandang perlu untuk mencoba memberikan referensi berfikir bagi orang-orang yang mengaku sangat Sasak tapi pada saat yang bersamaan menegasikan local wisdom Sasaknya sekaligus. Jangan sampai karena alasan politik 5 tahunan kemudian orang-orang yang mengaku sangat Sasak 24 karat itu pun melupakan local wisdomnya. Itulah kewajiban tulisan ini dihadirkan.

Orang-orang di pulau Lombok yang nama suku besarnya adalah Sasak tidak bisa membantah mitologi Dewi Anjani dan Putri Mandalika. Kedua mitologi terdahulu mengambil bentuk jenis kelamin perempuan. Orang-orang Sasak 24 karat saya sebut adalah bagian dari yang paling "fanatis" dengan 2 mitologi yang hidup dan terus hidup di masyarakat Sasak.

Dewi Anjani digambarkan sebagai anak raja yang kemudian bertransformasi menjadi bangsa Jin. Selanjutnya Dewi Anjani bertahta di Gunung Rinjani. Lalu Dewi Anjani memelihara tahtanya terus -menerus agar Gunung Rinjani tetap dihormati, lestari dan terjaga keindahannya.

Adalah pantangan bagi para pengunjung atau pun pendaki Rinjani untuk berbuat anti kelestarian bagi Rinjani seperti membuang sampah, membabat hutannya, merusak keaslian Rinjani. Itu semua kembali pada penghormatan terhadap keberadaan Dewi Anjani sebagai yang mempunyai tahta.

Jikalau masyarakat pengunjung berani melawan apa-apa yang sudah ditetapkan terdahulu itu sama dengan melawan penguasa Rinjani yaitu Dewi Anjani. Begitulah mitologi memberikan awig-awig guna bersama-sama memelihara alam semesta termasuk keberadaan dari Gunung Rinjani yang tentu tidak ternilai harganya bagi eksistensi masyarkat Lombok khususnya.

Lebih dari itu nenek moyang Sasak telah menempatkan perempuan begitu tinggi dan terhormat yaitu sebagai Ratu penjaga alam dalam konteks ini penjaga Gunung Rinjani. Dalam pada ini tentunya masyarakat Sasak 24 karat yang kemudian menegasikan kepemimpinan seorang perempuan telah mendapatkan referensi feodal. Hanya dengan demikian sikap menegasikan kepemimpinan perempuan dapat difahami. Jika mereka mau ingat local wisdomnya sebagai Sasak 24 karat tentu mereka mau tidak mau akan menghargai dan menempatkan perempuan diposisi sangat tinggi dan terhormat bahkan ditempatkannya sebagai pemimpin seperti keberadaan Ratu nya Gunung Rinjani yaitu Dewi Anjani.

Jika nenek moyang suku bangsa Sasak menempatkan perempuan sebagai seorang yang perkasa seperti Dewi Anjani, maka ketika Ummi Rohmi hendak menjadi pemimpin mestinya juga semua suku bangsa Sasak tidak ada yang menghalangi karena sudah sejalan dengan keberadaan local wisdom. Dalam pada itu, lalu ada oknum-oknum Sasak 24 karat menegasikan, menghalangi bahkan anti maka itu adalah sikap yang tidak sejalan dengan local wisdom suku bangsa Sasak dan tentu nya itu adalah sikap a historis ( Tim )

Ahmada Efendi
Pemerhati Sosial Politik, Staf Pengajar Jurusan Sosiologi Agama UIN Mataram

Tags