Ki Dalang Pringgo Jati Mengelar Wayang Kulit Dengan Lakon "Wahyu Sandang Pangan" Di Acara Ruwat Desa Larangan

 


Sidoarjo, Journalntbnews.com

Wayang kulit adalah warisan budaya yang sarat nilai kehidupan, baik dari tokoh yang dibawakan maupun jalan cerita pagelaran wayang itu sendiri. A'pda berbagai jenis wayang kulit yang biasa dipentaskan. Tak hanya untuk media hiburan, wayang kulit juga memiliki sejumlah manfaat seperti penyampaian pesan pemerintah, penyebaran agama, pendidikan dan lainnya.

Sedangkan berdasarkan gagrak atau versinya ada berbagai macam tergantung daerahnya. Seperti Sidoarjo Gagrak Porong, Gagrak Malangan, Gagrak Surakarta, Gagrak Banyumas dan lainnya. Dan untuk lebih memperkenalkan Gagrak Porong saat Ruwat Desa Larangan digelar wayang kulit dengan lakon Wahyu Sandang Pangan digelar oleh Ki Dalang Pringgo Jati S.Sn dan merupakan salah satu dalang muda dari Sidoarjo.

Ki Dalang Pringgo Jati S.Sn menjelaskan pagelaran wayang kulit malam ini ( Hari Sabtu, 17/02/2024) lakon atau temanya Wahyu Sandang  Pangan menceritakan yang menjadi tokoh sentralnya adalah Betari Sri sebagai dewa  pangan atau dewi padi dan Bethoro Sedono sebagai Dewa Ning Sandhangan. Ceritanya dimulai saat ada seorang tokoh Angkara Murka Prabu Kolo Gumarang di mana Prabu Kolo Gumarang memperihatinkan keadaan kondisi negaranya yang carut-marut dan banyak pagebluk (musibah/wabah) yang menimpa masyarakat sehingga Dia  meminta kepada para dewa untuk  menurunkan Wahyu Sandang Pangan ke Negara Prabu Kolo Gumarang yaitu negara Nusa Barong. Pada saat bersamaan sebetulnya rajanya para dewa Betara Guru itu sudah menurunkan Betari Sri dan Betoro Sedono untuk turun ke alam Nayo Marca Pada  untuk manjing atau menyatu di negara Medang Kamulyan sehingga ketika Madya Bala (pasukan)  Prabu Kala Gumarang naik ke Kayangan tidak diterima permintaannya oleh Betara Guru sehingga terjadi peperangan dengan para dewa tapi para dewa kalah.

Betara Guru mempertimbangkan kekalahannya,, daripada nanti di Kayangan itu rusak akhirnya menyuruh Prabu Kolo Gumarang untuk menjemput bola atau menjemput di mana Sri dan Sedono diturunkan. Dalam perjalanannya itu masih sampai di pereng (lereng) Gunung Jamur Dipo segeralah Prabu Kolo Gumarang itu menyusul keberangkatan Sri dan Sedono ke wilayah pereng  Gunung Jamur Dipo.

Setelah itu di lanjutkan goro-goro yaitu Semar, Bagong, Pesut dan lagu-lagu baru Sri Sedono tampil dan bertemu dengan ponokawan yaitu Sri Kuncung, Sri Gundul dan Sri Cencem. Setelah itu berangkat ke Medang Kamulyan di pereng Gunung Jamur Dipo itu dicegat oleh wadiyo bolo dari Prabu Kolo Gumarang yaitu di negara Palembang itu bagian dari jajahan negara Nusa Barong. Di wilayah Negara Palembang Itu diminta agar untuk mau menyatu dengan Negara Nusa Barong dan Negara Palembang.Tetapi Sri Sedono tetap mau mengikuti karena Dia  tetap menuruti permintaan Betara Guru untuk menuju Negara Medang Kamulyan sehingga terjadi peperangan.

Perang tidak ada habisnya lalu Sri Kuncung sebagai Punokawan menemukan solusi untuk dia akan menjadi tanaman Sri Kuncung manjing jadi jagung, Sri Gundul jadi bentul, Sri Cencem jadi gadung pamrihnya  untuk menghalangi pasukan dari Negara  Nusa Barong yang mengejar Betari Sri dan Betara Sedono  untuk menuju Negara Medang Kamulyan. Setelah   tertutupi dengan banyaknya tanaman akhirnya dari Sri Sedono meneruskan  ke negara Medang Kamulyan di sana bertemu dengan Prabu Sri Maha Punggung raja di Negara Medang Kamulan Mengapa diturunkan di Medang Kamulyan karena masyarakat di Medang Kamulyan pintar dalam olah tani. Maka diharapkan oleh Batara Guru agar bisa menyebarluaskan tanaman padi pada saat itu.

Setelah Sri Sedono  sampai   di negara Medang Kamulyan bertemu Prabu maka sang Prabu diberi  syarat agar  kerasan dan menyatu di negara Medang Kamulyan Prabu Sri Maha Punggung disuruh untuk membangun lumbung padi yang dinamakan Ged ong SriNorodenok. Datanglah pasukan Negara Nusa Barong yang menyusul ke Negara Medang Kamulyan dan dihadapi oleh Patih kerajaan Negara Medang Kamulyan Patih Joko Puring Patekan Andong Patih Srikaya Patih Landep,  Patih Gond Roso ke lima  Patih itu tadi melawan Prabu Gumarang tapi tidak mampu,, kalah dan mati tapi matinya Patih tadi manjing atau menjadi daun-daunan daun puring, daun gondoroso, daun nandong, daun srikaya itu.

 Prabu Sri Maha Punggung bersedih dan meminta kepada Tuhan yang maha kuasa untuk diturunkan pusaka Gorong Pari Kiri dan untuk mengalahkan pasukan dari kerajaan Nusa Barong. Lalu pusaka gorong pari kitiran dilepaskan tepat mengenai leher Prabu Kolo Gumarang. Dan Prabu Kolo Gumarang meninggal dan mengenai pasukannya. Meninggalnya Prabu Kolo Gumarang manjing menjadi penyakit tanaman.

Prabu Sri Maha Punggung berpesan kepada semua rakyatnya  jangan sampai hilang kewajiban dalam merawat tanamannya sendiri-sendiri. Sekarang masyarakatnya  gotong royong untuk membangun gedong Srinorodenok atau lumbung padi karena fungsi dari lumbung padi itu ketika terjadi musibah atau wabah ada makanan yang disimpan di lumbung padi. Ada cadangan pangan atau musibah dan berakhir dengan bahagia.(msa)

Tags